Itukah Janjimu?
Di pagi yang cerah ini, aku memulai segala aktivitasku, tak terkecuali berangkat ke
sekolah. Hari ini adalah hari sabtu, hari yang paling aku benci. Karena
apa, hari
sabtu adalah hari yang menjadi icon para
pemuda dan pemudi merajut kasih. Dimana-mana ngomongin acara untuk malam mingguan. Nggak di rumah, di sekolah Tema nya teteuuup de “pacaran”, Menyebalkan.
Saat ini aku masih duduk di
kelas 3 SMP. Hari-hari ku tidak ada yang menarik, setiap hari hanya belajar, belajar dan belajar yaps untuk persiapan ujian nanti dan
masuk ke SMA favorit. Tapi, meskipun begitu Tuhan memang maha adil, aku beruntung masih punya
sahabat-sahabat yang sangat menyayangiku dan guru-guru yang perhatian kepadaku.
Jam pelajaran pun dimulai. Aku menyimak pelajaran dengan
sangat serius. Aku menjawab semua pertanyaan yang ada di papan tulis. Oleh
sebab itulah, aku menjadi juara kelas. Bukannya sombong lo ya?heheheh. Bel istirahat berbunyi, semua anak pada asyik
membicarakan acara malmingan alias
malam mingguan nanti malam bersama pujaan hatinya masing-masing. Hadeh.....rasanya
kuping ini risih mendengar itu semua.
Saat beranjak ke kantin tiba-tiba...“Gubrakk”.
“Aduhhh,sakit...” teriakku.
“Aduh sory sory nggak
sengaja aku lagi buru-buru soalnya, sory ya de?” Ucap Ivan teman sekelasku yang
baru saja menabrakku.
“Ow nggak
apa-apa kok nggak sakit” Jawabku.
“Bener nggak
apa-apa” Tanya nya penuh perhatian.
Aku hanya mengangguk saja. Sementara itu, Ivan pergi dan berlalu.
Saat dikelas aku terus saja memandangi
Ivan. Entah
kenapa sejak peristiwa istirahat tadi
aku kepikiran dia terus. Rasa-rasanya ada sesuatu yang aneh pada diriku. Haduh tiba-tiba saja
jantungku berdebar dengan kencang. Apakah ini yang dibilang
cinta pada pandangan pertama. Tuhan apa yang harus aku lakukan ? Pintaku
dalam hati.
“Doorrrrrrr” Tiba-tiba Rahma salah satu sahabatku muncul
dan mengagetkanku.
“Hayo ngelamun aja ,ngelihatin siapa sih ?ngelihatin Ivan ya?” Rahma berpresepsi.
Aku mencoba menenangkan diri. “Apaan sih enggak kok?” Jawabku membela sambil
tersenyum malu.
“Apanya yang nggak, kalau nggak mukamu nggak merah
kayak gitu” ledek Rahma.
Aku hanya terdiam dengan muka merah seperti kepiting
rebus.
”Eh udah bel
tuh masuk kelas yuk!”. Kemudian aku bergegas pergi dan meninggalkan Rahma begitu
saja, biarlah rasa suka ini sementara waktu aku pendam sendiri. Karena aku malu bila harus
mengatakan yang sesungguhnya. Maklum saja, ini kali pertamanya aku
jatuh cinta kepada seseorang, aku juga begitu bodoh baru
menyadarinya sekarang. Pasalnya, aku dan Ivan sudah sekelas dari kelas satu, sudah
tiga tahun kita bersama tapi perasaan ini baru muncul sekarang, saat kita akan berpisah dan
parahnya lagi , Ivan akan pindah ke Malang
untuk melanjutkan sekolahnya disana. Perasaanku semakin menyesal
saja.
Hari minggu hari kelam
bagiku. Nggak ada hal yang menarik, kalau nggak belajar, tidur kalau nggak
tidur ya nonton TV acara yang itu-itu
aja atau sekedar SMS an
sama Rahma. uhhhh so boring. Tiba-tiba HP ku berbunyi segera aku meranggahnya diatas
meja kamar tidurku. Ternyata ada pesan dari Rahma. Di SMS itu ternyata Rahma masih
penasaran denganku mengenai apakah aku menyukai Ivan atau tidak. Rahma terus saja
mengintrogasiku hingga kedudukanku pun terdesak. Aku tidak tega membuat dia
begitu penasarannya. Hingga akhirnya akupun mengakui, aku membalas SMS dia
bahwa, aku menyukai Ivan sejak peristiwa kemarin. Rahma merespon baik. Dia senang sekali menjadi mak
comblang. hehehehe dasar.
Rahma:”De udah punya nomernya Ivan?” Rahma
membalas SMS ku.
Aku:”Belum”.
Rahma:”Haduuuuhh
gimana sih katanya suka,aku aja selalu update punya nomer anak-anak
sekelas.Tapi tenang aku pasti kasih buat kamu”.Obrolan kami lewat SMS pun
semakin seru. Apalagi, Rahma memberikan nomer Ivan
padaku. Hatiku rasanya sangat bahagia tapi, ada perasaan bingung juga
sih?, aku tidak tahu harus memulai darimana dulu supaya bisa SMS an
sama Ivan. Dengan keberanianku, aku mencoba untuk mengirim pesan ke
Ivan. Aku
mencoba mengirimkan satu pesan singkat, rasanya lega setelah mengirim SMS itu
tapi Ivan belum membalasnya. Aku menunggu berjam-jam lamanya untuk menunggu balasan
dari Ivan, sempat terfikir juga dalam otak
ku apakah Rahma
tidak salah mengirimkan nomor ini.
Aku mencoba memastikannya dengan mengirim SMS ke Rahma dan
menurut dia benar itu nomernya Ivan. Tapi, mengapa lama sekali, perasaanku semakin kacau
dibuatnya.
Malam makin larut tapi Ivan belum juga membalas. Setiap HP bergetar aku
selalu was-was berharap itu SMS dari
Ivan tapi bukan, malah itu SMS dari
Rahma yang memastikan apakah Ivan sudah membalas SMS ku atau belum. Dari balik pintu kamarku
ternyata ada bunda, dia mengawasiku terus. Kemudian bunda mencoba
mendekatiku dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi padaku dan
mungkin bunda juga sudah mengetahui jawabannya bahwa anak
perempuannya yang satu ini sedang jatuh cinta.
”Bunda tahu De nggak
usah disembunyikan tapi, bunda berharap kamu nggak pacaran dulu De sampai kamu lulus
kuliah atau sampai seumuran kakakmu” Bunda memberi saran.
”Maksud bunda umur 21 tahun gitu. Kelamaan bun?” Keluh ku.
Bunda hanya terdiam, berharap aku mendengarkan
nasehatnya. ”bunda mohon sama
kamu De, kamu tidak ingin membahagiakan bunda? lagian
kamu masih SMP masih kecil. Kamu lihat kakakmu dia lulus kuliah baru memikirkan
pacaran, ini kamu masih kecil udah mikir-mikir itu. Sekolah yang baik dulu baru
boleh pacaran ya?” Aku hanya terdiam seribu bahasa dan sempat ada perasaan kesal
dalam hatiku aku mengangguk saja takut membuat bundaku sedih.Setelah itu, bunda pergi meninggalkanku.
Setelah beberapa menit
tiba-tiba HP ku berbunyi aku sudah lelah melihat HP ku berbunyi terus, kupikir itu SMS dari Rahma
yang menanyakan balasan dari Ivan.Tapi, betapa terkejutnya aku
ketika melihat nama pada HP ku Ivan. Akhirnya, dia membalas juga dan isi pesan itu adalah ”Maaf
baru balas, betul ini siapa ya?”. Betapa senangnya aku. Terima kasih tuhan.Ucapku
dalam hati. Obrolan kami pun berlanjut hingga malam semakin larut dan aku pun menampik seketika
permintaan bunda.
Keesokan harinya di sekolah....
Mataku masih sebam dan mengantuk gara-gara SMS-an sama Ivan tadi malam. Belum sempat aku duduk manis
di atas kursi, tiba-tiba rahma datang dan
menyeretku, menanyakan Ivan sudah membalas SMS ku
atau belum.
“Gimana De, Ivan udah bales?” Tanya nya penasaran.
Aku tidak bisa berkata apa-apa aku hanya bisa
mengangguk kepala saja.
“Terus-terus gimana?”.
“Ya nggak
gimana-gimana, daripada aku cerita panjang lebar mending kamu liat sendiri nih!”Ucapku sambil menyodorkan HP.
Pada saat pulang sekolah
Ivan mengajakku untuk ikut dengannya. Aku merasa heran ada angin apa
dia mengajakku.“De bolehkah,aku bertanya sesuatu hal sama kamu?”
“Boleh apa itu?” Aku membalasnya dengan senang
hati.
“Maukah kamu jadi pacarku?” Ucap Ivan.
Seketika itu juga aku terdiam seribu bahasa.
“Aku tidak tahu aku harus menjawab apa,
secepat inikah ?apakah mungkin selama ini Ivan juga memiliki perasaan
yang sama seperti apa yang aku rasakan sekarang?kataku dalam hati.
''A..a..ku bingung,ok gini aja Van, aku janji akan
memberikan jawabanku setelah kita ujian nanti. Bagaimana?” Tawarku.
“Apapun yang kamu mau aku setuju” Jawab Ivan menenangkan.
Hari ini ujian tingkat SMP
aku pun
menyambutnya. Aku bergelut dengan soal-soal yang ada seperti hari-hari
berikutnya. Setelah ujian, selang beberapa hari tibalah bagi kami
menerima hasilnya dan betapa bahagia nya aku, hasil
itu adalah LULUS. Keberuntungan pun terus berlanjut aku juga diterima di SMA
favoritku.Tapi, ada sedikit perasaan kecewa karena aku akan berpisah sama
Ivan karena dia harus pindah ke Malang. Pada saat di lobby sekolah aku bertemu Ivan dia
menanyakan jawaban mengenai pertanyaan yang sempat aku janjikan.
“Gimana De jawabannya?” Tanya nya penuh harap.
“Ok
gini aku udah mikir ini matang-matang aku sebenarnya ingin Van tapi
keadaanlah yang mungkin tak memungkinkan.Aku suka kamu Van,Aku sayang
kamu Tapi...."
"Tapi apa De?"ucap Ivan penasaran.
"Van maaf ya ? aku tidak bisa menerima kamu
karena aku nggak boleh bunda pacaran dulu dan aku boleh pacaran kalau umurku udah 21 tahun. Tapi, andai
kamu tahu perasaanku
aku sayang sama kamu tapi sayang aku ke Bundaku jauh lebih besar, aku
nggak mau membuat Bundaku sedih,saat ini,Bunda sakit-sakitan aku nggak
mau kehilangan dia.Cuma Bundalah satu-satunya orang tua yang aku miliki
sekarang,jadi,maafkan aku Van.” Aku menjelaskan panjang
lebar.
“Jadi
itu alasan kamu,gak papa De aku terima bagaimanapun juga Bundamu jauh
lebih penting dari segalanya daripada kamu dosa?hehehe .Ok de aku janji
sama kamu,aku akan tunggu kamu diumur 21 tahun”.
''Janji?''
"Janji?"
Kami
berdua berjanji untuk bersama.Walaupun entah kapan kita akan bertemu
lagi.Pagi ini Ivan akan pergi ke Malang.Meskipun ada perasaan kehilangan
,Namun,semua ini harus dijalani.Karena aku masih muda kita sama-sama
muda dan masih memiliki banyak mimpi.
1 tahun kemudian...
Aku bahagia menjadi murid SMA. Aku memiliki teman yang
perhatian sekali. Tapi, terkadang aku terbayang oleh Ivan,dia apa kabar ya ?. Memang, sejak peristiwa satu tahun
yang lalu, aku udah kehilangan
kontak sama dia.
Tiba-tiba dari jauh....
”De Dea” teriak dari kejauhan ternyata itu rahma.”Ada apa ma?” Tanyaku.
“Kamu tahu nggak?
"Apa? ,tenang dulu tenang dulu,critain pelan-pelan.
"De jangan marah ya ?"
"Marah kenapa?"
"ya kalau aku critain hal ini ".
"iya,apa sih bikin penasaran deh ?".
"Janji?"
"iih iya apa sih aku tinggal nihkalau nggak crita-crita."
"De jangan kaget ya, Ivan udah punya pacar di Malang ?” .
Deg. Sesaat itu juga perasaanku langsung sakit. Aku masih memikirkan ucapan dia, bahwa dia akan menungguku
tapi ternyata, itu hanyalah
palsu. Aku segera pergi dari hadapan Rahma tanpa terasa air mata ini menetes. Rahma menghampiriku, dia mencoba menenangkanku. Memang benar, janji yang dia ucapkan tak
semanis dulu, dan sekarang aku berjanji bahwa aku akan menepati nasehat
bunda ku dan
melangkah kedepan tanpa melihat ke belakang lagi.
by: Dyah Avica